HIMPUHNEWS – Senin, 26 September 2022, masih membekas di hati dan benak masyarakat muslim Indonesia, ketika 94 jemaah umrah di Bandara Internasional Juanda, Surabaya, Jawa Timur terpaksa harus menerima pil pahit gagal berangkat ke Tanah Suci.
Kabar itu memunculkan keprihatinan mendalam. Bagaimana tidak, impian para jemaah terbang ke Baitullah pun pupus hanya karena tahap validasi buku kuning vaksin meningitis di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Surabaya belum dilakukan.
Yang tidak kalah memprihatinkan, kelalaian itu bukan pada jemaah, tapi justru pada petugas KKP Surabaya yang tidak membuka gerai layanan saat jemaah akan berangkat.
Sejak saat itulah, isu vaksin menigitis yang sejak awal musim umrah 1444 H bermasalah karena mengalami kelangkaan, kian menjadi sorotan publik, khususnya oleh para pelaku perjalanan umrah.
Pada momen ini juga, Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), sebuah asosiasi yang menaungi perusahaan travel umrah haji, mengambil sikap untuk berjuang dalam dua sisi.
Pertama, Himpuh terus aktif menyuarakan aspirasi agar pemerintah, dalam hal ini Ditjen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan memberikan diskresi atau kelonggaran terkait syarat wajib vaksin meningitis untuk perjalanan umrah.
Sikap yang ditempuh ini sangat berdasar, karena fakta di lapangan, ketersediaan vaksin meningitis memang sangat langka, sementara animo umat Islam untuk berumrah sademikian tingginya.
“Prediksi lonjakan jumlah jemaah umrah Indonesia sebetulnya sudah kita sampaikan sejak lama. Tapi sayangnya, itu tidak dibarengi dengan usaha pemerintah menyediakan vaksin meningitis. Dan ironisnya, aturan itu tetap dipaksakan. Hal ini sulit diterima, karena itulah kita terus mendesak agar diskresi diberikan,” ungkap Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himpuh, Muhammad Firman Taufik.
“Mungkin perlu juga ditegaskan, bahwa diskresi yang kita minta saat itu bukan berarti jemaah tidak harus vaksin sama sekali. Tapi misalnya, dalam kasus Surabaya, ketika jemaah sudah divaksin, tapi belum divalidasi, jangan sampai digagalkan keberangkatannya. Juga diskresi tentang batas waktu minimal vaksin 10 hari sebelum keberangkatan. Dan diskresi agar dibolehkan menggunakan obat pengganti vaksin yang secara fungsi memiliki kesamaan dengan vaksin meningitis,” sambung Firman.
Tidak hanya berjuang lewat aspirasi, Himpuh juga berjuang lewak aksi nyata, dengan aktif menghubungi fasilitas-fasilitas kesehatan (faskes) mitra Kementerian Kesehatan, dengan harapan bisa mendapatkan vaksin meningitis.
“Namun saat itu semua faskes yang kita hubungi mengatakan bahwa vaksin belum tersedia,” tutur Firman.
Tidak ingin putus asa, Himpuh akhirnya memilih untuk memburu stok vaksin meningitis. Dan keputusan tersebut memunculkan titik terang. Himpuh berhasil mengamankan stok vaksin untuk jemaah umrah.
“Kita berani bayar dimuka untuk mengamankan stok vaksin ini. Kita tidak ingin mengambil resiko dengan menunggu stok itu ada dulu, baru beli, karena berpeluang habis dengan cepat,” kata Firman.
“Tapi karena memang stok itupun terbatas, dan juga ada persaingan pasar, jadi kami tidak bisa menyuplai secara nasional. Wilayah-wilayah seperti Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur dan Kalimantan, alhamdulillah bisa kita cover,” lanjutnya.
Selanjutnya, sejak September hingga pertengahan November 2022, Himpuh bekerja sama dengan beberapa faskes mitra Kementerian Kesehatan telah meyelenggarakan penyuntikan vaksinasi meningitis terbatas, di wilayah-wilayah terjangkau.
Dan tercatat, ada 740 jemaah umrah yang mendapatkan manfaat layanan suntik vaksin meningitis oleh Himpuh.
“Periode September ada 411 jemaah yang terlayani. Lalu periode Oktober-November ada 329 jemaah terlayani,” ucap Firman.
Kini, setelah hampir tiga bulan bergulat dengan isu vaksin meningitis, akhirnya pada 14 November 2022, Kementerian Kesehatan RI resmi mencabut syarat wajib vaksin meningitis bagi perjalanan umrah.
Keputusan tersebut sejalan dengan kebijakan Arab Saudi yang sejak awal musim telah melonggarkan vaksin meningitis untuk umrah, seperti juga yang diutarkan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Tawfiq F Al Rabiah ketika berkunjung ke Tanah Air.
Sampai di sini, Himpuh mengapresiasi keputusan Kementerian Kesehatan RI yang tentu saja telah dinantikan oleh para pelaku perjalanan umrah, khususnya para jemaah itu sendiri.
Namun Himpuh meminta para jemaah untuk tidak larut dalam euforia, apalagi sampai menganggap vaksin meningitis tidak penting.
Bagi Himpuh, vaksin meningitis sebaiknya tetap dilakukan oleh para jemaah, sebagai bentuk kewaspadaan atas potensi penyebaran penyakit menular tersebut.
“Sekali lagi kita bersyukur vaksin meningitis tidak lagi jadi syarat wajib, Namun itu bukan berarti vaksin meningitis tidak penting. Kami mengimbau jemaah yang akan umrah agar tetap menjalankan vaksinasi, dan semoga kita semua senantiasa dalam perlindungan Allah SWT,” pungkas Firman.